Brisbane – Nenek asal Selandia Baru diganjar denda sangat besar gegara sandwich. Dia lupa melaporkannya saat check in di Bandara Brisbane.
Melansir News.com.au, Rabu (22/11/2023), kejadian nahas tersebut menimpa June Armstrong, 77 tahun. Peristiwa itu dialami June saat melakukan perjalanan dari Christchurch, Selandia Baru menuju Brisbane, Australia pada 2 Mei. Di Brisbane dia akan membantu menjaga rumah temannya.
Namun, perjalanannya tidak mulus. Dia dicegat petugas perbatasan Australia. June didenda AUD 3 ribu atau sekitar Rp 30,5 juta.
Denda itu bermula dari June yang membeli sandwich ayam, selada bebas gluten, dan muffin di Bandara Christchurch. Dia bersiap-siap untuk terbang ke Brisbane dengan pesawat yang dijadwalkan terbang pukul 04.00.
Dia memakan sebagian muffinnya dan membuang sisanya. Adapun, sandwich, yang masih dalam bungkus rapat, dibawa ke pesawat. Dia berencana memakannya dalam penerbangan penerbangan tiga setengah jam.
Tetapi, sandwich itu tidak sempat dimakan. Dia tertidur.
Ketika dia bangun, dia mengisi formulir pernyataan karena dia memiliki resep obat. Namun, apesnya, dia benar-benar lupa tentang sandwich yang dibelinya. Dia baru ingat setelah koper dan ranselnya diperiksa di Bandara Brisbane. Dia tercengang karena mendapatkan denda.
“Saya hanya terisak dan berkata, Rp 30 jutaan untuk sebuah roti lapis kecil?” kata June kepada NZ Herald.
Dia mengatakan bahwa dia bertanya kepada petugas yang menemukan sandwich tersebut apakah mereka bisa membuangnya. Namun, setelah mereka pergi dan kembali lagi, mereka disebut hanya berkata, “Dua belas poin, Rp 30,5 juta,”.
June mengira itu hanya lelucon, tetapi begitu dia menyadari bahwa denda itu serius, dia menangis. Di sisi lain, staf lain menyarankan dia mengajukan banding dalam jangka waktu 28 hari.
Kemudian nenek tersebut melakukan banding, namun tidak berhasil dan tetap perlu membayar denda yang besar tersebut.
“Suami saya terus berkata, ‘Bayar saja’. Saya berkata, “Ini adalah uang pensiun kami, kami tidak mampu membayarnya,” kata June.
Dia menambahkan bahwa mereka memiliki sekitar NZD 30.000 (sekitar Rp 282,4 juta) dalam tabungan serta uang pensiun mereka.
June juga sempat mengirim email yang menanyakan alasan dia didenda. Dia menyebut itu adalah pelanggaran pertamanya, dan mengapa dendanya begitu tinggi. Dia juga menyebutkan bahwa sandwich tersebut tidak tersentuh dan masih terbungkus rapat. bahkan segel jenamanya pun masih terpasang.
Dia juga menguraikan dampak yang ditimbulkannya terhadap kesehatan mentalnya. Namun, dia tidak pernah mendapatkan tanggapan dari petugas.
Enam bulan kemudian, dia harus berlapang dada uang denda yang sudah dibayarkan itu tidak pernah kembali. Dia pun memperingatkan sesama penumpang agar tidak melakukan kesalahan serupa.
“Semua orang yang saya tunjukkan denda itu tercengang, mereka tidak mempercayainya,” kata June.
Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia mengatakan bahwa June membutuhkan izin impor untuk membawa sandwich ayam ke negara tersebut. Mereka juga menjelaskan bahkan hukumannya bisa jauh lebih tinggi.
“Daging memiliki persyaratan impor yang ketat yang dapat berubah dengan cepat berdasarkan wabah penyakit,” kata seorang juru bicara departemen.
“Daging yang tidak dikalengkan, termasuk yang disegel dengan vakum, tidak diperbolehkan masuk ke Australia kecuali disertai dengan izin impor,” dia menambahkan.
“Daging ayam menimbulkan risiko biosekuriti yang signifikan bagi Australia, terutama risiko virus flu burung yang sangat patogenik (HPNAI) yang dapat menyebabkan penyakit parah dan kematian di seluruh industri perunggasan Australia, dan juga dapat mempengaruhi populasi burung liar,” kata dia lagi.
Juru bicara tersebut mengatakan bahwa semua produk makanan harus dideklarasikan pada saat kedatangan dan mungkin akan diperiksa untuk https://beritaberitaterbaru.com memastikan bahwa produk tersebut memenuhi persyaratan impor.
“Jika para pelancong tidak melaporkan barang-barang berisiko, mereka dapat dikenakan denda hingga 6260 AUD,” ujar juru bicara tersebut.