Jakarta, CNBC Indonesia – Google dalam waktu dekat akan memberikan opsi untuk penggunanya menyimpan data lokasi di perangkat masing-masing. Kebijakan ini dinilai sebagai upaya Google membatasi praktik “mata-mata” oleh penegak hukum.
Penggunaan data Google oleh pihak penegak hukum dan otoritas dalam beberapa tahun terakhir memuncak. Otoritas biasanya menerbitkan surat perintah untuk memaksa Google mengungkapkan data lokasi pengguna (geofencing), yang terlacak dari HP milik mereka.
Polisi dapat menggunakan surat perintah permintaan data geofencing, juga dikenal sebagai surat perintah lokasi, untuk meminta Google menyerahkan informasi tentang perangkat pengguna yang berada di wilayah geografis tertentu dalam waktu tertentu.
Namun, praktik ini menuai kritik. Permintaan data tersebut dinilai berlebihan karena kerap mencakup juga informasi pribadi puluhan orang yang sedang berada di area yang sama dengan tersangka aksi kejahatan.
Bahkan pengadilan tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai apakah surat perintah pembatasan wilayah itu sah, dan kemungkinan besar akan memicu gugatan di Mahkamah Agung AS.
Mengutip dari Tech Crunch, pengumuman Google minggu ini tidak menyebutkan perintah pembatasan wilayah secara spesifik, hanya mengatakan bahwa langkah untuk menyimpan data lokasi di perangkat mereka akan memberi pengguna kontrol lebih besar atas data mereka.
Jika fitur ini sudah menjadi kenyataan, polisi dan otoritas lainnya tidak bisa lagi meminta data lokasi secara “borongan” ke Google. Mereka harus menerbitkan surat penggeledahan secara spesifik untuk HP tertentu.
Meskipun Google bukan satu-satunya perusahaan sumber data lokasi, Google sejauh ini merupakan pengumpul data lokasi terbesar dan selalu menjadi target prioritas untuk permintaan data dari penegak hukum.
Praktik polisi yang menyadap data lokasi pengguna Google pertama kali terungkap pada tahun 2019. Google telah lama mengandalkan data lokasi penggunanya untuk menghasilkan cuan dari bisnis periklanannya. Pada tahun 2022 saja, bisnis iklan berkontribusi menghasilkan sekitar 80% pendapatan tahunan Google, sekitar US$220 miliar.
Google belum mengatakan berapa banyak surat perintah data yang diterimanya dalam beberapa tahun terakhir.
Mereka hanya mengungkap data terbaru dan satu-satunya mengenai jumlah surat perintah data yang diterimanya pada tahun 2021, menyusul tekanan untuk mengungkapkan angka tersebut setelah meningkatnya kritik terhadap praktik pengawasan.
Data menunjukkan Google menerima 982 surat perintah data pada 2018, kemudian 8.396 surat perintah data pada 2019, dan 11.554 surat perintah data pada 2020, atau sekitar seperempat dari seluruh tuntutan hukum yang diterima Google.
Pihak penegak hukum kini memperluas penggunaan surat perintah permintaan data lokasi ke perusahaan lain. Microsoft dan Yahoo diketahui menerima permintaan serupa.
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kasus hukum yang melibatkan data geofence telah meroket. https://perjuangangila.com/